Kepada rindu yang tergantung di langit tak bertepi, mari bersahabat dan peluk aku erat. Jadikan senja ini lebih berarti.

Jangan enggan menghampiriku, buang angkuh dan rengkuh rindu.
Karena kita adalah dua sisi koin usang.
Yang mungkin ditakdirkan berpasangan.

Kepada cinta yang kita puja.
Kepada hati yang beresonansi.
Dan rindu yang menyelinap di sela jari.
Peluklah aku, sampai pagi.

Kepada gairah yang meletup.
Kepada hasrat yang meredup.
Dan sebaris doa yang tertangkup. Adakah hati yang terketuk?

Jika kangen adalah danau yang tenang, apakah rindu adalah ombak yang menantang?

Jika cinta adalah api yang membara, apakah kasih adalah hangat yang meraja?

Jika dendam adalah bintang yang memudar, apakah benci adalah bisa yang menular?

Jika “selamanya” adalah utopia, mengapa kita mencintai dusta?

Jika “aku mencintaimu” tak lagi berarti, mengapa kita rela menunggu sampai buku jari memutih?

Jika harapan adalah riak yang terus bergetar, aku ingin menangkap gaungnya walau samar. 

Sampai hening memekakkan. 
Sampai jeda tak tertahankan.
Sampai aksara kehilangan arti.
Sampai hampa menemukan getir di lidah.

Ketika paradoks berevolusi, dan ironi adalah produk gagal masa kini.
Lalu, kepada siapa aku akan menitipkan nurani?

Ketika senja dan malam bergulat dalam diam, pedang jingga cakrawala mulai menghunjam tajam.
Menelikung dalam kegelapan.
Hitam.

Kita bergulat dengan kata, jari saling menuding dan hati berdarah
Meleleh melalui ego yang mendidih.
Berhenti di sudut jiwa yang perih.
Lalu kita saling membelakangi.
Meninggikan ego yang tak lagi berarti.
Setelah hampa menyapa, semua sudah sia-sia.
Percuma.

Mereka membicarakan tragedi.
Merangkai kalimat berbunga yang terbungkus agitasi.
Membungkus cinta dengan bingkai patah.
Percuma.

Tinggal getir yang terkecap di lidah.
Maaf yang sia-sia.
Cinta yang terhempas karena nafsu yang menggelora.
Satu kata tersisa: Percuma.

Pertempuran dua hati.
Mencoba mengikat dan dan saling memiliki.
Mereka lupa konsep paling luhur.
Cinta tak akan pernah hancur.

Mungkin kita tercipta untuk melengkapi.
Mungkin konsep sejati hanya ilusi.
Mungkin hujan adalah cinta langit kepada Bumi.
Mungkin.
Sudahlah.

Mungkin dua hati yang berdentum tak butuh harmoni.
Kepastian itu membosankan!
Kesempurnaan adalah jurang pemisah.
Sudahlah.
Aku akui aku salah dan kalah menjaga kesepakatan kita, bahwa ini hanya akan melelahkan dan menyakitkan.

Aku diam-diam membiarkanmu masuk keruang tamu di hatiku, mempersilahkan mu duduk, berbincang sedikit tentang cinta dan sejak saat itu wangi tubuhmu memenuhi sudut-sudut ingatanku, tutur bahasamu bernada keras dan juga canda tawamu yang begitu renyah menghiasi anganku.

Aku mulai menginginkan mu sekaligus ingin menjadi apa yang kau inginkan, bahkan untuk tau kita ini apa dan akan bagaimana kelak.

Di sana ada ketakutanku kehilanganmu, aku hanya ingin menjadi sandaran yang ternyaman bagimu meski didalam hatimu ruang untukku begitu sempit, gelap dan bahkan tak terlihat.

Iya aku nyaman dengan ketidak jelasan kita, dimana aku bisa terima dimana masih ada bayang dirinya yang telah lebih dulu menemani langkahmu dan melupakannya jelas bukan keahlianmu.

Jika suatu hari nanti hidupmu tak bisa lagi melaju kecuali dengan meninggalkanku, pastikan telingamu terbiasa tanpa kabar dariku.

Maka aku akan tersenyum menikmati lagi tahap demi tahap perkenalan kita dikala sebelumnya, biar waktu yang menggrogoti kenangan itu hingga habis.

Kau adalah sekilas yang tak ku mengerti bagaimana caranya untuk membuatmu singgah sedikit lebih lama dan merajut bahkan membingkai sisa hidup mu bersama ku.

Hanya harap ku yang terus membumbung tinggi,menerbangkan asa dan rasa ku untuk merenda kasih bersamamu.

Selamat hari kasih sayang yang tak sampai,ku ucapkan untukmu disana.
Hei kamu (lagi)...
Kamu yang udah aku anggap sebagai seseorang yang spesial di keseharian aku.
Ini aku, dengan segala kekurangan yang nggak pantas kamu banggain.

Aku nggak tau kamu lagi ngapain sekarang?
Aku juga nggak tau kamu lagi sama siapa sekarang?
Dan aku juga lebih nggak tau apa aku masih berhak buat mengenal kamu.
Aku nggak tau.

Kamu tau kan nunggu seseorang itu gimana rasanya?
Apalagi nunggu kabar dari mu..

Sebenarnya sih aku gak ada keinginan buat terus-terusan nungguin kamu
Tapi nggak tau kenapa hati ini malah penuh duga ke kamu.
Gak ada jawaban, malah luka yang datang

Kamu tau kan cemburu ini gimana rasanya?
Bohong kalau aku sering bilang "aku nggak cemburu kok"
Ya aku cemburu, soalnya aku udah anggap kamu sebagian dari hidup aku

Lama juga ya aku setia jadi pendengar kisah masa lalu kamu dan ikut ngejagain hati kamu
Tapi kamu nggak pernah tau kan?
Sebenarnya apa yang aku rasain ketika kamu mengagungkan kisahmu dulu

Apa kamu tau?
Aku cukup menderita karena keadaan ini.
Keadaan dimana kamu tak juga menyuarakan perasaan kamu,yang ada hanya harapan yang kian membumbung tinggi
Mungkin lebih baik segera ku kemasi segala asa dan rasa ini,akan ku balut hati ini agar tak lagi terluka atas keadaan kita..

Hei apa kabar kamu yang tak aku mengerti?

Semoga keadaanmu selalu baik dan bahagia selalu disana ya.
Semoga bukan masih mengharapkan orang yang pernah membahagiakanmu dulu atau selalu mengenang sesuatu yang sudah hilang.

Atau sekarang mulai sedikit menuruti logika untuk membiasakan hati dengan kenyataan?
Tapi yang terpenting buatku kamu harus baik-baik saja dan bahagia ya.

Hei kamu yang tak aku mengerti,
Yang cuek dengan perhatian,
Seakan semua perhatian itu sama saja.

Kapankah kamu sadar masih ada yang memperhatikanmu lebih dari peduli pada dirinya sendiri?
Atau kamu menunggu menyesal telah mensia-siakan perhatian orang yang selalu ingin bersamamu?

Hei kamu yang tak aku mengerti,
Aku memang bukan siapa-siapa,
Dan tetap akan menjadi bukan siapa-siapa untukmu,
kecuali kamu sadar akan semua perhatian yang ditujukan kepadamu itu tidak tulus karena sembari mengharapkanmu.

Hei kamu yang tak aku mengerti,
Masihkah hatimu terbuka?
Ingin sekali aku mengetuk pintu hatimu, duduk di ruang tamu kehidupanmu, sambil berbincang sedikit tentang perasaan ini.
Dan hidup di rumah hatimu. Namun sepertinya kau terlihat sibuk dengan kenangan dan dia,iowa?

Hei kamu yang tak aku mengerti,
Ada yang ingin melihatmu bahagia, meskipun bersamanya.
Ada yang ingin mengetahui kabarmu pertama kali.
Ada yang ingin melihatmu tersenyum untuk melawan dunia
Ada yang ingin menganggapmu lebih dari seorang teman.
Ada yang ingin menjadikanmu panutan hidup.

Itulah aku.

Satu kata yang tidak bisa kuucap tapi ingin kau mengerti.
"Aku ingin menjadi lebih dari seorang teman dihidupmu".



Aku tak ingin mengingatmu sebagai angin,

Yang sesekali datang meninggalkan kecup pada kening

Lalu pergi begitu saja...
Dan dunia ku kembali hening...




Kepada pagi,
Menawarkan rasa sepi.
Sebab dalam ramai, terkadang enggan menghadirkan damai.

Kepada hening,
Mari berbicara.
Dari hati ke hati.
Sebab nurani yang pernah terkubur, kini berdenting tiada henti.

Kepada mimpi,
Biarkan api harap terus meretih.
Sebab aku ingin menghadapi realita dan membunuh perih.

Kepada hening,
Jawaban yang aku cari selalu hadirkan labirin yang menjalar tak berujung.
Di mana ujung waktu, mengapa sepi ini terus menggelegar?

Kepada penjelajah waktu,
Di balik hadirmu yang samarkan pejal, masih bolehkah satu harap berpijar?

Kepada senja,
Bolehkah meminjam sebentuk rindu menembus relatifnya waktu?
Aku tak ingin tua sendiri, dan layu menanti pagi.

Kepada hening,
Maaf jika terlalu banyak meminta.
Tapi luka yang terus berdarah tak kunjung mengering, apakah obatnya sebentuk cinta?

Kepada ramai,
Rindu yang semakin berpijar.
Lingkaran sempurna yang tak lagi samar.
Ledakan di otak yang mencapai semesta.

Dan kepada cinta, ku mohon tuk tetaplah hadir
Sebab pengharapan tanpa asa akan selalu sia-sia.

Senja datang perlahan
Berarak menggelayuti langit sore ini

Melalui mata ku ini
Senja menjadi lebih dari satu rona
Menyepuh hidupku yang nyaris hitam putih
bahkan kelam

Dari mata ku ini,
Senja merona ungu semu
Kuas yang ku mau untuk lukiskan pada kanvas tubuhku

Tubuh yang penuh luka dan derita
Dengan hangatnya sinar senja yang merasuk menusuk tulang
Aku bertahan disini hingga senja perlahan menggulung sinarnya

Pada satu tempat yang sama
Berjanji kan saling bertemu memagut dengan pelukan hangat dari sang senja